Soal Ijin Tambang Emas Provinsi Papua Tengah Menuai Kritik Oleh Aktivis HAM Tanah Papua

 

Redaksi: Rahman.Permata

Nabire, Papua Tengah – Maraknya aktivitas tambang emas ilegal di wilayah Provinsi Papua Tengah belakangan ini kembali menjadi sorotan publik. Aktivitas tambang tanpa izin ini dinilai merusak lingkungan dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat adat setempat.

 

Gubernur Provinsi Papua Tengah, Meki Nawipa, SH belum lama ini menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan dalam penerbitan izin pertambangan. Hal itu ditegaskannya dalam konferensi pers yang digelar di Nabire, Selasa (17/6/2025).

 

“Semua perizinan tambang seperti IUP dan IUPK adalah kewenangan pemerintah pusat,” ujar Nawipa mengacu pada ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

Gubernur Nawipa menjelaskan, masyarakat perlu memahami batasan wewenang antara pusat dan daerah agar tidak terjadi kekeliruan dalam menyikapi permasalahan pertambangan yang marak di wilayah Papua Tengah.

 

Namun, pernyataan tersebut menuai respons dari aktivis hak asasi manusia (HAM) asal Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, SH, yang juga Direktur Eksekutif LP3BH. Ia menilai bahwa gubernur tetap memiliki tanggung jawab moral dan politik dalam menjaga wilayahnya dari eksploitasi tambang ilegal.

 

“Walau kewenangan perizinan ada di pusat, namun penegakan hukum di daerah merupakan kewajiban gubernur bersama aparat penegak hukum,” ujar Warinussy kepada media, Jumat (18/7/2025).

 

Menurutnya, Gubernur Papua Tengah seharusnya segera menginisiasi Rapat Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) untuk membahas penindakan terhadap tambang-tambang emas ilegal yang kian marak di sejumlah titik.

 

Ia menegaskan bahwa selama bertahun-tahun, kekayaan emas Papua telah dieksploitasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, tanpa ada kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat adat yang tanahnya dikeruk.

 

“Tambang-tambang ilegal ini bukan hanya soal izin, tapi soal hak hidup dan hak atas lingkungan yang sehat bagi masyarakat lokal,” ujarnya dengan nada serius.

 

Warinussy juga menyampaikan bahwa aktivitas pertambangan ilegal ini kerap memicu konflik horizontal, merusak tatanan sosial, dan meninggalkan kerusakan lingkungan permanen yang tak bisa diperbaiki dalam waktu singkat.

 

Dampak negatif dari tambang liar, lanjutnya, juga meliputi pencemaran sungai, penggundulan hutan, dan hilangnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan seperti air bersih dan hasil hutan.

 

“Papua bukan ladang kekayaan bagi segelintir elit atau mafia tambang, tapi tanah yang harus dijaga untuk anak cucu kita,” tegasnya lagi.

 

Ia pun mendesak aparat penegak hukum, baik dari kepolisian maupun kejaksaan, untuk melakukan penindakan secara menyeluruh terhadap para pelaku yang terlibat dalam rantai tambang emas ilegal tersebut.

 

Selain itu, Warinussy mendorong dilakukan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas pertambangan di Papua Tengah, baik yang legal maupun ilegal, untuk menjamin keterbukaan dan akuntabilitas.

 

“Jika pemerintah tidak bertindak cepat, maka krisis lingkungan dan sosial akan meledak dalam waktu dekat,” tutup Warinussy

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *