Banyuwangi, Suaraindonesia.Online– Dengan viralnya penari wanita cantik asal Kota Malang, Dela Poys, yang menari di pentas musik horeg dengan memakai pakaian gandrung menuai polemik di kalangan budayawan Banyuwangi.
Dengan banyaknya protes yang bermunculan dari seniman maupun masyarakat Banyuwangi, dewan kesenian blambangan (DKB) dan tokoh budayawan mengambil sikap cepat, menggelar rapat bersama Dinas budaya pariwisata (Dibudpar) Banyuwangi, guna membahas pemakaian kostum gandrung namun tidak sesuai dengan pakemnya yang berada di pentas musik horeg yang notabene memutar musik disco, kamis (6/2/2025).
Saat rapat berlangsung di kantor Disbudpar, penari Dela Poys langsung dihubungi melalui via seluler oleh Ketua DKB Banyuwangi, Hasan Basri dan ditegur agar meminta maaf ke publik Banyuwangi atas kesalahan pemakaian kostum tarian khas Banyuwangi gandrung di pentas musik horeg.
Dalam hal ini, penari Dela Poys di depan tokoh budayawan Banyuwangi,Kadis dan Kabid budaya, mengucap meminta maaf kepada masyarakat banyuwangi yang tersinggung atas kelakuan saya memakai kostum gandrung yang tidak tepat pada tempatnya.Saya melakukan hal tersebut tanpa sengaja,mungkin saya kurang mempelajari dengan dalam mengenai adat budaya Banyuwangi, khususnya tentang kostum sakral yang saya gunakan. Saya pikir sakralnya hanya pada timing tertentu di Banyuwangi. Mungkin saya yang kurang paham dalam belajar adat Banyuwangi,” ujar melalui sambungan telepon.
Hasan menegaskan bahwa kesenian Gandrung memiliki nilai historis, filosofis, dan makna yang mendalam.
“Gandrung bukan sekadar kesenian pergelaran atau pentas biasa. Gandrung memiliki latar belakang historis, filosofis, dan pendalaman makna yang bersifat mistis dan religius. Gandrung berasal dari Seblang, yang merupakan ritual adat. Oleh karena itu, kami menganggap Gandrung sebagai kesenian adiluhung yang harus dijaga nilai-nilai luhurnya,” ujarnya seusai rapat.
Hasan juga menyampaikan keprihatinannya atas penggunakan kostum yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat Banyuwangi.
“Kami prihatin apabila kesenian Gandrung diekspresikan secara bebas tanpa memperhatikan keyakinan kami yang telah terwariskan turun-temurun. Kami berharap ekspresi yang berbasis kesenian Gandrung memperhatikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,” tegasnya.
Dewan Kesenian Blambangan berharap kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Masyarakat juga diimbau untuk terus menjaga dan melestarikan kesenian adiluhung sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya.
“Kami berharap semua pihak dapat bekerja sama untuk menjaga kesenian Gandrung sebagai bagian dari identitas budaya Banyuwangi yang adiluhung,” tutup Ketua DKB Banyuwangi, Hasan Basri.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Pelatih Tari dan Seniman Banyuwangi (Patih Senawangi), Suko Prayitno, menyoroti pentingnya edukasi dan sikap bijak dalam menyikapi kejadian ini.
“Kami ingatkan kepada teman-teman pelaku seni dan pelaku event organizer (EO), untuk lebih berhati-hati ketika menggunakan pakaian adat atau pakaian seni daerah lain.Jika ingin mengundang Gandrung, gunakan kostum dan musik yang sesuai, bahkan lebih baik jika menggunakan gamelan live, ini akan lebih menarik dan menghormati budaya setempat,”imbuhnya.
Pewarta: Ganda
Editor: 5093N9






