Senator Filep Wamafma : Soal DBH Sumber Daya Alam Migas PB, Senator Aturan Sudah Jelas

 

Pewarta:Rachman.P

Bintuni – Menanggapi pendapat Anggota DPR Provinsi Papua Barat Syamsudin Seknun, terkait sikap Bupati Kabupaten Teluk Bintuni tentang penolakan penandatanganan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma angkat bicara.

Menurutnya, fokus utama yang dimaksud bukan pada persoalan regulasi semata, melainkan pada tindakan penolakan Bupati dalam penandatanganan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas.

Dimana, lanjur Filep, ada regulasi terbaru dalam hal ini UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, khususnya di Pasal 117 tentang DBH, mulai dari ayat (1) sampai (5), mengatur tentang besaran bagi setiap daerah provinsi penghasil, kabupaten atau kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, kabupaten atau kota pengolah, kabupaten atau kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten atau kota penghasil, itu memang sudah jelas.

“Akan tetapi, pernyataan saya sebelumnya, sedapat mungkin dipandang secara luas, bahwa poin saya bukan di situ. Poin saya disini ialah pada tindakan penolakan penandatanganan itu. Penolakan menurut hemat saya, bukanlah solusi yang pas,”kata Filep kepada wartawan, Selasa (25/10/2022).*

Dikemukakannya, bahwa aturan sudah jelas bahwa UU Otsus Perubahan, PP 106 dan 107 Tahun 2021, ditambah regulasi tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, semua sudah jelas.

“Tapi kenapa masih ditolak? Penolakan di daerah ini kan menimbulkan pertanyaan, apakah hal itu sudah tepat? Dimana letak masalahnya? Saya memikirkan bahwa masyarakat sangat membutuhkan realisasi DBH SDA Migas ini. Dalam waktu yang sudah menuju akhir tahun anggaran, apakah penolakan ini berpengaruh pada realisasi DBH SDA Migas kepada masyarakat di daerah? Ini yang sebenarnya menjadi pertimbangan,”sambung Filep.*

Filep menambahkan, pada saat konsultasi tentang Perdasus Nomor 3 Tahun 2019 tentang DBH SDA Migas, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri telah memberi Surat Nomor 188.34/26728 tanggal 25 Agustus 2022 dan Perdasus diminta untuk diperbaiki.

“Nah, dari bulan Agustus tersebut, apakah pemerintah kabupaten maupun provinsi sudah saling berbagi informasi terkait pelaksanaan atau hitung-hitungan DBH Migas. Lagipula, UU Nomor 1 Tahun 2022 itu sudah ada sejak Januari 2022. Jika problemnya pada peraturan pelaksananya yaitu Perdasus, maka seharusnya sudah dipikirkan penyesuaiannya sejak awal tahun, supaya tidak ada kejadian penolakan pada saat mau tandatangan. Seharusnya disadari bahwa apa yang diprakarsai Pj Gubernur itu merupakan hal positif sebagai wadah untuk bagaimana merealisasikan DBH SDA Migas di Papua Barat,”ujar Filep.(red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *