Sambas, Suara Indonesia, –
Seorang warga Desa Pelimpaan, Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, menerima undangan dari Desa Lambau pada 22 April 2025. Undangan tersebut berisi panggilan musyawarah mengenai kebun kelapa milik salah satu keluarga. Namun, kejadian tak terduga dialami oleh Laila saat datang ke kantor desa. Ia justru dipaksa menandatangani Berita Acara Pembagian Hasil Penjualan Tanah Kebun Kelapa Sawit warisan keluarganya.
Yang mengejutkan, kebun sawit yang awalnya merupakan tanah garapan, dikelola Laila sejak 2014—saat masih berupa hutan—hingga berubah menjadi kebun sawit yang produktif hingga 2025, tiba-tiba diklaim sebagai tanah warisan oleh oknum Kepala Desa Lambau.
Klaim ini didasarkan pada keterangan salah satu adik Laila, RL, sehingga terbitlah, Surat Penyerahan Tanah (SPT) atas nama empat orang saudara, termasuk Laila, dari total tujuh bersaudara. Keputusan ini dibuat sepihak tanpa pemberitahuan kepada Laila selaku pengelola lahan garapan tersebut.
Diduga Ada Penyalahgunaan Wewenang
berdasarkan aturan administrasi, oknum Kepala Desa Lambau dan adik Laila (RL) diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang.
Padahal, sebelum orang tua Laila meninggal, mereka pernah berpesan kepada ketujuh anaknya: Siapa yang mau di antara kalian mengelola tanah garapan ini ? Saat itu, enam adik Laila menolak, dan hanya Laila, sebagai anak pertama, yang bersedia mengelolanya dengan persetujuan seluruh adiknya.
Seiring waktu, Laila dan suaminya berhasil mengubah lahan garapan tersebut menjadi kebun sawit yang produktif. Namun, kesuksesan ini justru memicu kecemburuan salah satu adiknya (RL) yang berusaha mengambil alih tanah tersebut. Diduga, RN memengaruhi Kepala Desa Lambau sehingga mengeluarkan panggilan rapat di kantor desa.
Pembagian Warisan Dilakukan di Kantor Desa, Bukan Lingkungan Keluarga, Laila merasa heran karena pembagian hasil penjualan tanah warisan justru dilakukan di kantor desa, bukan di lingkup keluarga. Ini seharusnya urusan internal keluarga, bukan sampai melibatkan desa, ujarnya” Laila.
Ia merasa diintimidasi oleh oknum Kepala Desa Lambau dan adiknya (RL), serta mencurigai adanya kolusi antara keduanya. Karena itu, Laila memilih meminta pendampingan hukum untuk memperjuangkan haknya sebagai pengelola lahan garapan.
Upaya Mediasi Ditolak, Kepala Desa Bersikap Arogan,
Pada 17 Juni 2025, tim penerima kuasa Laila mendatangi Kantor Desa Lambau untuk mengajak mediasi. Namun, mereka disambut dengan sikap arogan oleh oknum Kepala Desa (MYM), yang menolak berdiskusi. Bahkan, tak lama setelahnya, MYM mendatangi rumah Laila dengan nada tidak sepatutnya di ucapkan oleh oknum kades selaku pelayan publik kepada Laila.
Saya tidak terima diperlakukan seperti ini. Saya hanya meminta hak saya sebagai pengelola lahan yang sudah saya bangun bertahun-tahun, tegasnya” Laila
Laila Akan Gugat Oknum Kepala Desa dan Saudara Kandungnya Karena upaya damai tidak membuahkan hasil, Laila memutuskan untuk mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Sambas terhadap:
- Oknum Kepala Desa Lambau (MYM) atas dugaan cacat administrasi, dan penyalahgunaan wewenang.
- Saudara kandungnya (RL) yang diduga terlibat dalam upaya pengambilalihan tanah secara tidak sah.
Laila berharap hukum dapat memberikan keadilan dan mengembalikan haknya sebagai pengelola sah lahan garapan tersebut.
(Supri,suara indonesia).






